One Shoot – Please, don’t fall in love with me   5 comments


Assalamualaikum, annyeong!!

ah…gara-gara dengerin lagu galau ni seharian…tiba-tiba saja terlintas ide yang entahlah inspiratif atau tidak. yang jelas, author lagi pengen berbagi kesedihan (?) aja sama reader, ahahaha ^^

ah udahlah,.banyak cingcong nih saia! nih nikmatin aja yang ada yaah,, oia karena ini pertama kalinya saia buat tokoh utamax namja, jadi kalo kurang memuaskan harap dimaklumi. amatir gan -__-

 .

Author: gw yang cantiiikkk jelita >>> d.na

Length: Oneshoot

Genre: sad-romance

Cast: Kim Jong In aka Kai

Reader as Choi Minri (if u want)

Me as Jung Hyorin (just cameo ;__;)

Point of view: all is Kai’s

I don’t belong the characters, and it’s a fiction anyway. So, this story has nothing to do with the character’s real life. This story tells about the poor namja that loved by somebody full-hearted but he never told her what his truly feelings towards her. In the end, everything changed and he wanted to go back but he can’t.

Please, don’t fall in love with me!!

Seandainya saja, aku tidak pernah bertemu denganmu, seandainya aku dapat hidup di kehidupan lain, seandainya bila aku bisa menjadi orang lain….seluruh rasa sakit ini, aku tidak akan pernah merasakannya. Setiap hari, aku berusaha keras melupakanmu, setiap waktu aku berusaha untuk melepaskanmu. Namun, bayangmu selalu muncul dan melekat dalam sudut otakku.

Seperti inilah aku, mencintaimu dengan penuh rasa sakit. Menyedihkan bukan? Aku mencoba memanggilmu sekeras yang kubisa, tapi kau tak pernah mendengarnya. Karena aku hanya berteriak dari dalam hatiku.

Aku tidak peduli apa yang orang lain katakan, aku tidak peduli siapapun yang menyumpahiku. Aku akan tetap mencintaimu. Bahkan jika aku terlahir kembali, aku akan tetap mencintaimu.

Meskipun aku salah jika mencintaimu, meskipun tidak ada jalan untuk kembali lagi. Aku akan tetap mencintaimu. Sepenuh hatiku.

[Now playing: Coldplay – paradise]

Laki-laki itu, ya laki-laki itu sekali lagi meremas surat lecek yang tengah dibacanya seolah ingin menghancurkan surat itu namun ia tak sanggup. Mungkin, tak ada seorangpun yang memperhatikan bahwa kini setetes demi setetes air matanya mulai menggenangi pelupuk matanya. Air-air bening itu tak kuasa untuk jatuh seiring dengan emosi yang tersirat di wajah laki-laki itu.

“Maaf pun takkan pernah berguna, dasar gadis bodoh!” gumamnya perlahan. Sejurus kemudian ia bangkit, dan menghilang ditengah rintik-rintik hujan yang turun membasahi bumi.

Semuanya memang telah berakhir, berakhir bahkan tanpa ada seorang pun yang memulainya. Kata orang cinta itu suci, cinta itu indah…dan cinta itu menyenangkan. Tapi …bagaimana jika cinta itu adalah sebuah akhir yang tak mau ditemui? Semakin mencintai…bukankah akan berakhir dengan kehilangan segalanya? Lantas, apa cinta masih bisa disebut indah dan menyenangkan apabila harus berakhir seperti itu?

Cinta adalah perpaduan rasa, antara rasa kagum dan rasa iba, yang terungkap oleh kata-kata, dan tertuang melalui pengorbanan jiwa raga. Dan mungkin, kisah cintaku bukanlah kisah cinta seperti pada dongeng yang selalu berakhir bahagia. Dengan mencintai, aku telah kehilangan segalanya. Yang kumiliki hanyalah kenangan-kenangan yang pernah kulalui bersamamu. Yang bahkan aku sendiripun tak mengingatnya. Mungkinkah ini yang dimaksud dengan pengorbanan jiwa raga? Jiwa dan raga…bahkan dirimu…

Aku menatap langit senja malam ini sambil menghirup cerutu di tanganku. Kau sangat benci jika aku mulai merokok seperti ini. Kau akan menceramahiku dengan omelan khasmu itu. Omelan panjang seperti genderang yang selalu kunikmati setiap waktunya. Tapi sekarang semuanya hanyalah kenangan belaka. Bintang di langitpun mungkin akan tau, disetiap hirupan yang kulakukan aku berharap akan kehadiranmu. Aku berharap kau disisiku dan menceramahiku seperti biasanya. Aku berharap seperti yang dulu, aku berharap waktu bisa kembali. Karena aku merindukan keberadaanmu.

Tawa khas serta senyum lebar yang kau perlihatkan disetiap harinya, mengisyaratkan bahwa kau baik-baik saja…mungkin itulah yang membuatku tak sadar, bahwa kau terluka. Kenapa kau tak pernah mengatakannya padaku? Kenapa kau suka berbohong seperti itu? kenapa kau membuatku menjadi manusia yang paling jahat di dunia?

Choi Minri, kau adalah satu-satunya gadis paling bodoh yang pernah kutemui. Selalu tertawa dan bersikap ceria hanya untuk menutupi kekuranganmu, kelemahanmu, dan luka-luka yang ku torehkan. Aku bahkan tidak pernah menyangka, kalau kau sangat menyukai balas dendam hingga pada akhirnya kesendirian dan perasaan bersalah inilah yang menyiksaku. Bahkan sampai detik ini.

Aku menghembuskan napas kasar menatap garang surat kucel di tanganku. Sejenak kemarahanku seolah ingin meledak saat itu juga, namun aku tersadar semakin emosiku memuncak semakin kau akan membenciku. Aku tertawa kecil untuk menghibur hatiku yang sedang merana, sakit dan terluka ini. Aku tidak tau kenapa aku merasa demikian terluka.

“God dammit! Berhentilah memikirkannya, Kai!!” bisikku pada diriku sendiri. Aku mengeratkan syal abu-abu yang melekat di leherku. Napasku mulai memutih, sialnya ditengah musim seperti ini rokok pun tak mampu menghangatkanku. Aku menginjak cerutuku dan langsung pergi dari sana.

[Flashback]

“Aku gak tahan kalau begini terus!!! Mending kita putus saja!!!” dia kembali menangis! menyebalkan! Wanita dimana-mana sama saja, selalu menangis! Kalau tidak ingin berhubungan lagi ya tidak perlu menunjukkan air mata begitu. apa dia ingin aku mengasihaninya? Benar-benar memuakkan!! Makhluk lemah seperti itu, dengan mempertontonkan air matanya dia pikir semua orang akan mengasihani dan bersimpati padanya? Aku membuang wajahku menahan kekesalan yang tiba-tiba bersarang di dadaku, dan melipat tanganku menunggu sederet kata-kata atau mungkin sumpah serapah yang akan ditujukan padaku.

“Kenapa kau tidak pernah berubah, Kai?? Aku sudah cukup muak dengan sikap dinginmu itu!!! Aku benar-benar membencimu!!” kemudian ia pergi sambil terus menangis. Mungkin agar semua orang mengasihaninya. Agar semua orang bersimpati padanya dan menganggap aku adalah namja yang sangat layak untuk dibenci semua orang.  Semua yeoja itu sama, memperlihatkan kelemahannya di depan semua orang atau berpura-pura kuat karena mengharapkan belas kasih. Mereka gampang berubah dan plin-plan, bahkan terkadang sok jual mahal walau pada ujungnya pun dia akan menerima segalanya. Benar-benar menyebalkan dan munafik! Sama seperti ummaku yang telah pergi dengan namja lain dan meninggalkanku bersama adik-adikku yang masih kecil sendiri. Appa yang tak sanggup menghidupi kami akhirnya pergi meninggalkan kami, dan akhirnya hanya ada aku dan adikku Kim Jong Min yang sekarang sakit-sakitan dan tinggal di rumah bibiku. Adikku yang lain –Kim Jong Hwa- sudah pergi dari dunia ini 3 tahun yang lalu.

Aku meremas bungkus rokok menjadi gumpalan kecil dan kembali menghisap rokok di tanganku. Aku menatap langit yang sudah mulai mendung, dan terbayang akan wajah Jong Hwa saat ia masih ada. Sungguh, mungkin aku adalah kakak yang jahat dan kejam sampai-sampai ia harus merasakan penderitaan di usia mudanya.

“Hei!!!” seru seseorang mengejutkanku, namun ku abaikan.

“Yaa!! Kim Jong In!!” seorang yeoja menyerukan nama lengkapku. Berani sekali dia memanggil namaku begitu? eh tunggu? dia kan…? Aku lantas mengacuhkannya, kunyalakan rokokku dan mulai menghisapnya.

“Bukankah Mrs. Park menyuruhmu ke ruang kepala sekolah?” tanyanya polos. Aku meliriknya sekilas dan mengacuhkannya lagi. Memang benar, tapi apa urusannya? Dan kenapa dia harus ikut campur masalahku?

“Yahh! Kenapa kau tidak ke ruang kepala sekolah?” tanyanya lagi. Ah!! Dia benar-benar cerewet!! Kutatap kasar dirinya, seorang yeoja mungil, tingginya mungkin 160 atau kurang, dengan rambut gelap dan mata yang berukuran cukup besar untuk orang Korea. Yah, dan mata yang mendominasi wajah mungilnya itu membuatnya terlihat seperti boneka. Dia menjilat ujung bibirnya yang berwarna kemerahan dan menaikkan alisnya heran. Oh astaga! Terkutuklah dirinya!! kenapa dia terlihat sangat manis di mataku?

“Ya! Kenapa kau menatapku seperti itu? kau menyukaiku?” tanyanya. Aku tersadar akan lamunanku barusan dan kembali menghisap rokokku, mencoba mengalihkan perhatianku dari wajahnya.

“Yahh!!!” dia menarik ujung kemejaku.

“Diam kau!!! Ini urusanku!! Jangan ikut campur!!” kudorong dia dengan kasar sampai terjatuh. Aish, pasti nangis lagi. Kulihat sekilas dia menunduk. Huh!! Kenapa yeoja suka sekali menangis?

“Neo!!? Ya!! Kim Jong In!! Kenapa kau mendorongku seperti itu? Kau tidak tau kulitku gampang memar, dasar namja bodoh!” tiba-tiba dia berdiri dan menjitak kepalaku. Aku menatapnya heran. Kenapa dia tidak menangis? Lagipula, berani sekali menjitak kepalaku? Memangnya dia siapa?

“Yah!! Kim Jong In, kenapa kau merokok? Bukankah kalau berseragam kita dilarang merokok?” tanyanya lagi dengan tampang polos. Ah!! Benar-benar menyebalkan!!! Yeoja satu ini cerewet sekali!!

“Dengar, ada data yang menyatakan bahwa kalau menghisap rokok akan memperpendek usia manusia 5 menit. Asap rokok mengandung 4000 jenis unsur kimia dan di nyatakan sebagai racun diantaranya ada 400 jenis!! Sementara yang dapat menyebabkan kanker ada 40 jenis! Di Korea lebih dari 100 ribu orang meninggal karena rokok tiap tahunnya dan 30 % dari orang yang meninggal karena kanker adalah perokok!!!” ujarnya panjang lebar. Aku tersenyum skeptis, gadis ini benar-benar mencoba kesabaranku nampaknya.

“Jadi, ketimbang rokok lebih baik kau menghisap ini!!” dia memberiku…permen lollipop? Apa-apaan dia? Memangnya aku anak kecil?

“Aku ga butuh!!” sergahku kasar. Kemudian berlalu meninggalkannya.

Mungkin, itulah awal pertemuan kami. Dia dengan senyum khasnya selalu mengikutiku, mengajakku bicara seolah-olah aku mendengarnya. Seolah-olah aku menggubris perkataannya. Terus-terusan mengoceh, dan tak pernah berhenti meski kubentak bahkan kukasari sekalipun. Anehnya, aku tak pernah sekalipunmelihat air matanya setiap kali aku membentaknya.

“Ah…paling seminggu dua minggu dia juga bakal bosan!!”

Namun ternyata aku salah, entah mengapa dia selalu disisiku sekarang. Terus bercerita seperti biasanya, menampilkan keceriaan dan tak pernah memperdulikan ucapan orang lain mengenai dirinya. Dia selalu berusaha mencari celah untuk menjadi temanku, kendatipun aku selalu menghindar dia tetap tidak pernah menyerah.

“Kenapa kau selalu merokok sih, Kai??” omelnya suatu hari ketika menemukanku dengan rokokku di atap sekolah. Dia merebut rokokku dan mematikannya begitu saja. Belum sempat aku memprotes tindakannya dia memberiku permen lollipop rasa stroberi . aku menatap permen itu sekilas lalu mengalihkan wajahku.

“Yah. Kenapa tidak di ambil? Kau mau makan ini kan?” ujarnya sambil tersenyum lebar menatapku. Aku memberengut kesal dan kudiamkan saja.

“Yasudah, kalau begitu untukku saja!!” ujarnya sambil memasukkan permen itu ke dalam mulutnya. Yeoja satu ini benar-benar sangat aneh.  Disaat semua yeoja berbondong-bondong menjauhiku seperti wabah penyakit, dia malah menempel padaku seakan aku adalah teman yang cukup baik padanya.

Teman? Yang benar saja! Aku bukan temannya, dan aku tidak tertarik berteman dengannya!

“Yah!!” panggilku, dia saat itu sedang mengemut permennya menoleh padaku dan tersenyum, aku menahan napas sebentar. Kenapa aku merasa gugup seperti ini? Dan kenapa aku harus menahan napas ketika melihatnya sekarang? Sepertinya aku mulai tidak waras sekarang, kenapa aku merasa terpengaruh dengan senyum yeoja ini? Bukankah aku sudah sering melihatnya?

“Wae?” tanyanya lagi. Aku mengerjap beberapa kali, dan berharap agar rasa panas yang tiba-tiba terasa di wajahku tidak mengubah apapun pada ekspresiku.

“Jangan pernah mendekatiku lagi, arraseo??” aku merebut lollipop ditangannya kemudian menghisapnya sambil berlalu tanpa memperdulikan yeoja yang menatapku kaget itu.

Apa ini sebuah kesalahan? Aku hanya ingin dia menjauhiku, itu saja! Tapi…kenapa aku ingin dia menjauhiku? Apa aku memang orang yang pantas untuk dijauhi?

Tapi nampaknya berhasil, seminggu kemudian aku tak pernah mendengar kabarnya lagi. Dia bahkan sudah berhenti mengikutiku. Seminggu atau mungkin dua minggu aku tak melihatnya lagi, bahkan di kelasnya sekalipun. Ah biarlah, aku tidak peduli!

“Kai!! Jong Min demam tinggi!! Cepatlah bawa dia ke rumah sakit!!” suara cempreng bibi membangunkanku. Tanpa basa-basi lagi ku gendong adikku yang berumur 7 tahun itu ke rumah sakit terdekat. Dokter mengatakan adikku terkena kanker darah dan harus di opname untuk perawatan lebih lanjut. Aku mengusahakan yang terbaik untuknya, dan tentunya biaya perawatan tidak sedikit, dan dokter memintaku untuk ke bagian administrasi sekarang. Jika tidak, adikku akan di usir secara paksa dari rumah sakit.

Dammit!! Dimana ku taruh dompetku??

Menyadari bahwa aku terlalu terburu-buru sampai lupa membawa dompet membuatku mengacak-acak rambutku frustasi, bahkan Hp saja aku tidak punya, lantas dengan apa aku harus membayar pengobatan Jong Min?? Aku menatap Jong Min yang kurus dibalik selimut, bibirnya pucat dan terlihat tidak berdaya.

Apa yang harus kulakukan?

Bagaimana ini?

Apakah dia akan meninggal seperti Jong Hwa?

Tuhan, bagaimana ini? Apa yang harus kulakukan?

“Kai!!” panggil seseorang, namun ku abaikan. “Yah! Kim Jong In! Apa yang kau lakukan disini?” seseorang mengguncang tubuhku.

“Kau?” aku memiringkan kepalaku menyadari siapa yang memanggil-manggilku sejak tadi. Dia, gadis itu. apa yang terjadi padanya? Kenapa dia tampak kurus dan pucat apa dia sakit? Setelah seminggu menghilang tanpa kabar…

“Appa ku kepala rumah sakit ini, aku kesini hanya untuk mengantar makan siangnya yang tertinggal!” ujarnya seolah bisa membaca pertanyaan dalam pikiranku.

“Yah! Kau tidak apa-apa, kan? Kau sakit? Atau?” dia menatapku khawatir dan yang paling meresahkan adalah aku tidak tau mengapa aku benar-benar bahagia melihatnya saat ini. Ada perasaan aneh yang terjadi dalam dadaku, yang kusadari dengan jelas itu adalah perasaan bahagia. Tapi aku tidak mungkin menunjukkannya di hadapan yeoja ini, kan?

Momen singkat kami berakhir ketika seorag yeoja berpakaian putih menghampiriku untuk segera mengkonfirmasi bagian administrasi. Seolah mengerti kegelisahanku, ia langsung berbicara dengan perawat itu dan berjanji akan melunasi sisa biaya pengobatan adikku.

Aku menatapnya tidak percaya, kenapa dia? “Yah…itu..”

“Mau berterima kasih? Traktir aku makan siang saja!” ujarnya dengan senyuman khasnya. Oh sial! Jantungku berulah lagi!

Aku tersenyum saat mendapati Minri sedang duduk di meja tempat kami biasa belajar. Entahlah, sepertinya petugas perpus sudah tahu kalau tempat itu harus selalu kosong untuk kami. Aku tidak tau, sejak hari itu kami semakin akrab dan sering belajar bersama. Sebenarnya itu cukup menguntungkan bagiku karena Minri adalah seorang gadis yang cerdas.

Aku berjalan mendekati meja itu, dan sedikit mengerutkan kening waktu menyadari Minri sedang minum obat. “Kau sakit?” tanyaku sedikit khawatir.

Minri menggeleng setelah menelan obatnya. “Aku punya semacam penyakit kambuhan. Keturunan lebih tepatnya. Tapi itu tidak masalah selama aku minum obat ketika muncul pertanda kurang baik.” jelasnya lugas. Aku mengangguk-angguk mengerti. “Jadi, mana soal-soal yang harus kukerjakan?” dia tersenyum kemudian menyerahkan tumpukan soal-soal. Aku menarik kursi dan mulai berkonsentrasi mengerjakan soal-soal yang diberikannya.

“Kai…?” panggilnya, aku menatapnya sekilas ia sedang menopang dagu menatap lekat diriku. “Hmm?”

“Apa kau menyukaiku?” hampir saja aku tersedak mendengar pertanyaannya. Kenapa…tiba-tiba dia menyanyakan hal itu?

“Kenapa bertanya seperti itu?” tanyaku tanpa menoleh padanya, dia mengubah posisi duduknya sambil menggaruk bagian belakang kepalanya. “Aku…hanya ingin bertanya saja!”

“Kenapa kau ingin menanyakannya?” tanyaku lagi. Dia berpikir sesaat kemudian menatapku lagi. “Karena kupikir kau menyukaiku!” aku tersenyum kecil. “Kenapa aku harus menyukaimu?”

“Entahlah, kau boleh menyukaiku tapi kau tidak boleh jatuh cinta padaku!” ujarnya tiba-tiba, dia menatap kosong ke arah taman di luar jendela perpus.

“Hmm, kenapa aku tidak boleh jatuh cinta padamu?” tanyaku sambil mengamati ekspresi wajahnya yang sama sekali tidak berubah. “Karena aku mencintaimu!”

“Apa??” kagetku. Apa barusan yang dikatakannya? Dia…mencintaiku?

“Makanya…jangan jatuh cinta padaku!” ujarnya lagi, dia kemudian menunduk sejenak. Aku menggigit bibirku ragu, “Kau bilang mencintaiku, kenapa aku tidak boleh mencintaimu? Bukankah itu tidak adil?”

“Cukup adil bagiku!” sahutnya sambil menatapku dengan kedua matanya yang besar itu.

“Tidak bagiku!” ketusku.

“Bukan masalah bagiku!”

“Kau memang yeoja yang aneh! Kenapa aku tidak boleh jatuh cinta padamu?” tuntutku, dia memiringkan kepalanya dan berpikir, “Karena kau akan terluka…”

Aku terdiam sejenak, “Aneh! Kenapa aku harus terluka?” aku menggeleng-gelengkan kepala dan kembali focus pada soal-soal di tanganku.

“Karena tidak akan ada jalan kembali, jadi lebih baik kau tidak boleh jatuh cinta padaku!” Minri kembali menampilkan senyumnya yang sempurna itu.

….

“Karena tidak akan ada jalan kembali, jadi lebih baik kau tidak boleh jatuh cinta padaku!”

Ya. Tidak ada jalan kembali. Sudah kuputuskan untuk membiarkan diriku terjerat oleh senyummu yang menyenangkan itu. seperti kembang api yang akan membuat hidupku begitu mengejutkan, kau adalah letupan-letupan di dalam hatiku.

Choi Minri. Walaupun aku tidak tahu akan seberapa sulitnya mendapatkan hatimu—ya. Hatimu. Walau itu menyayat hatiku. Kau seperti naga. Naga yang menyemburkan api ke dalam stick kembang api-ku. Dan menyisakan letupan-letupan yang tidak bisa kulupakan. 

“Oh demi Tuhan apa yang kupikirkan?”aku menghembuskan napasku kasar.

Tapi satu hal yang membuatku semakin ingin bertahan, ya satu kalimat sederhana darinya. Meskipun tidak ada hal yang bisa kupercaya di dunia, tapi kalimat sederhana darinya itu justru menjadi semangat dan kekuatanku. Sinting kedengarannya, tapi itulah yang kurasakan. Yah, walau aku tak tau kebenaran yang sesungguhnya dibalik-kata-katanya itu.

“Karena aku mencintaimu!”

Aku mulai bekerja menjadi pelayan di sebuah klub malam, di tengah kesibukanku untuk sekolah dan bekerja, kupikir aku tidak akan punya waktu untuk memikirkannya. Kupikir begitu. karena awalnya memang begitu.

Lama-kelamaan, aku tidak tau apa yang meracuni pikranku saat ini sampai-sampai aku ingin sekali bertemu dengannya. Aku ingin mendengar suaranya, aku ingin melihat senyumnya, dan aku ingin berbicara dengannya, aku benar-benar menginginkannya saat ini. Oh God, apa yang terjadi padaku?

“Minri??” kagetku. Apa yang dilakukannya disini? Jam segini? Di tempat seperti ini? Tunggu!! Apa aku sedang berkhayal? Aku mengepalkan kedua tanganku saat kulihat dia tersenyum dengan namja-namja bertampang mesum yang sedang mengelilinginya itu. Emosiku memuncak saat kulihat salah satu dari namja itu menyentuhnya.

“Kai!” panggilnya sambil melambaikan tangannya. Kulihat dia menghampiriku, sementara namja-namja itu malah mengomentari penampilanku.

“Apa yang kau lakukan disini?” tanyanya, aku mengeraskan rahangku. Apakah dia mau mempermalukanku sekarang? Apakah perlu dipertanyakan lagi ditilik dari seragam pelayanku? Sepertinya dia ingin aku jadi bahan olokan untuk teman-temannya, dan benar saja sebagian diantara mereka mulai memperolokku.

“Kai, kau kenapa?” dia menarik ujung seragamku dan itu benar-benar menyulut emosiku. Mungkin aku sudah sinting, otakku sudah tidak mampu meredam emosiku sejak kulihat dia bersama dengan namja-namjanya tertawa-tawa di klub malam ini. Saat kulihat namja berambut gelap menyentuhnya. Dan dia terlihat tidak keberatan dengan hal itu.

“Kai!!” dia menarik tanganku yang langsung kukibas kasar. “Kai!!!” panggilnya lagi. Aku berhenti dan menghadapnya sebentar.

“Kau baik-baik saja?” tanyanya takut-takut. Baik-baik saja katanya? Cih!!

“Kai, kau kenapa?” dia terus mengikutiku sampai di ruang ganti, dan aku yakin dia tidak akan mau kusuruh keluar apapun alasannya sampai aku bicara.

“Kai…?”

“Oke, kau mau tau aku kenapa? Karena aku marah!! Aku kesal padamu dan namja-namja bodoh itu!! Tidakkah kau sadar akan hal itu? O God, mestinya aku tidak peduli padamu. aku tidak pernah menganggapmu sebagai temanku sekalipun!! Dan meski kau sudah membantu adikku saat itu, bukan berarti aku harus menjadi temanmu dan harus merasa seperti ini! Sekarang pergilah dari hadapanku! Aku benar-benar tidak mau melihat yeoja macam kau dalam hidupku!! Mengerti!!” bentakku berapi-api dan saat itu, aku berani bersumpah itu pertama kalinya aku melihatnya meneteskan air mata. Apa kata-kataku kasar? Apa aku melukai perasaannya? Selama ini meski ku bentak sekasar apapun, aku tidak pernah melihatnya menangis…tapi kenapa sekarang?

“K-kau membenciku, Kai?” sungguh!! Saat dia bertanya seperti itu, aku benar-benar ingin memeluknya dan mengatakan bahwa aku mencintainya dan aku tidak pernah bermaksud membuatnya menangis. Aku marah karena tidak suka melihatnya akrab dengan namja lain, aku marah karena tidak suka melihat namja lain menyentuhnya seperti itu. aku… “Ya, aku membencimu!!” tukasku kemudian, dia menatapku kecewa. Dan dia memang pantas kecewa denganku.

Lalu ia tersenyum dan tertawa kecil sebentar sambil menghapus air matanya. “Baik, aku mengerti, maafkan aku! Aku…memang tidak berguna, kau pantas membenciku!” dia menatapku kembali, kilatan mata yang penuh luka itu kemudian mulai meneteskan air mata lagi.

“Selamat tinggal Kai!” kemudian pergi setelah menghapus air matanya sekali lagi.

[2 tahun kemudian]

Jalanan sepi. Langit kembali gelap. Dan angin bulan Desember mulai bertiup kencang.

Aku merapatkan jaket yang kukenakan, namun tubuhku tetap saja menggigil kedinginan. Bukan karena dinginnya angin, namun karena kini aku tak bisa merasakan apapun. Sepertinya syaraf-syarafku sudah tidak berfungsi. Aku tidak bisa melihat, tidak bisa mendengar, tidak bisa bersuara dan tidak bisa merasakan apa-apa.

Kecuali rasa sakit di hatiku. Aku bisa merasakan yang satu itu. sakit sekali….dan aku yakin, mungkin rasa sakit yang dia alami beratus kali lebih sakit daripada aku.

Semestinya, aku bisa. Apapun yang terjadi mestinya aku bisa melupakannya, melupakan perasaanku padanya, melupakan segala kenangan yang ada dan menganggapnya mimpi belaka. Namun pada kenyataannya, aku tetap saja merana, menangis dan terluka. Padahal aku lah yang selalu menyakitinya! Tapi kenapa aku tetap merasa tidak rela begini? Kenapa aku merasa ada sesuatu yang salah? Salahkah keputusanku untuk melupakannya?

2 tahun! Demi Tuhan, Kai sudah 2 tahun kau menyesali hari dimana kau membentak yeoja itu! dan selama itu pulalah, aku yang pengecut ini tidak pernah mendengar kabar darinya. Dia benar-benar pergi, setelah aku membentaknya di malam itu ia memutuskan untuk pindah ke Amerika. Dan aku tidak pernah benar-benar mendengar kabar darinya lagi.

Ada apa denganku? Kenapa aku merasa demikian terluka?

….

“Hyung, ada surat! Dari Minri?” aku membuka mataku dengan cepat dan langsung bergegas merebut surat itu dari tangan adikku.

‘Annyeong! Kai, sudah lama tidak mendengar kabarmu. Mungkin kau akan kesal setelah menerima surat ini. Kau masih marah padaku? Mian~ aku tidak tau kenapa kau begitu marah padaku hari itu. tapi sudah 2 tahun berlalu, ku harap kau tidak marah lagi. Kau tau? Kau bisa keriputan jika marah-marah seperti itu! yah, kurasa ini memang konyol! Tapi aku tak pernah bisa melupakanmu sejak hari pertama kita bertemu! Aneh bukan? Meski tidak pernah melihatmu, aku yakin aku masih mencintaimu! Ah, Kai lihat, aku kirimkan fotoku saat aku di pantai, aku cantik kan? Kau jangan jatuh cinta padaku loh!’

Aku tersenyum kecil membaca suratnya, dia benar-benar tidak berubah.

Sejak hari itu, aku menerima suratnya seminggu sekali. Dan dia selalu mengirimkan foto di setiap suratnya. Wajahnya sedikit lebih kurus dan pucat, anehnya di setiap fotonya dia selalu memakai kaca mata padahal dia tidak rabun atau semacamnya.

Tanpa terasa sudah 2 bulan, dan aku benar-benar ingin menemuinya sekarang.

Mungkin aku sudah gila, aku tau itu. Tapi, inilah aku berdiri di sebuah rumah putih yang memiliki halaman luas. Dengan langkah ragu kutekan bel pintu rumah itu, berharap aku akan menemukannya disana. Seorang ahjumma membukakan pintu dan mempersilahkanku masuk. Bibirku terkatup. Hanya itu yang bisa kulakukan selama menunggu Minri di rumahnya. Tidak sepatah katapun keluar dari mulutku, bahkan jika aku ingin. Karena sepertinya aku terlalu takut. Aku takut ketika aku membuka mulut, yang keluar hanyalah isak tangis.

Tapi tahukah kau? Aku mengharapkan adanya kejutan. Tentang Minri. Tentang kami berdua. Aku masih berharap kalau langkahku belum terlambat. Sama sekali belum ketika aku menatap langsung mata Minri dan mengatakan padanya bahwa aku benar-benar mencintainya. Bahkan aku rela menukarkan apa saja agar bisa bersama dengannya saat ini. Mengatakan bahwa aku terlanjur mencintainya sejak hari dimana kami pertama bertemu dulu. mengatakan padanya bahwa aku benar-benar menyesal telah membuatnya menangis dan berkata aku membencinya. Aku ingin minta maaf dan memulai semuanya kembali. Dan aku berharap aku belum terlambat untuk itu.

Ya, aku memang menerima kejutan. Kejutan yang membuatku sadar bahwa aku, benar-benar sudah terlambat. Minri takkan pernah menjadi milikku selamanya.

“Minri…anak itu…dia memintaku mengirim surat ini setiap minggu!” air mataku bergulir pelan dan mencoba bertahan agar tetap berdiri stabil.  Butuh tenaga besar untuk menyeret kakiku dan maju selangkah demi selangkah. Sebelah tanganku terangkat ke dada, mencengkeram bagian depan jaket. Sementara tangan yang lain terjulur ke depan dan mencengkeram pagar besi jembatan. Pagar besi itu semestinya terasa dingin di telapak tanganku yang telanjang, tapi nyatanya aku tak bisa merasakan apapun meski aku mencengkeram pagar besi itu hingga buku buku jariku memutih.

Aku menatap kosong, bisa kurasakan air mataku semakin deras mengalir. Rasa sakit di dadaku menjadi-jadi, sampai-sampai aku merasa ingin mati sekarang juga.

I feel like dying. I can’t do anything well without you. Again, my heart aches. I think I’m gonna crazy. How did it happen? How did it become like this? I shouldn’t do this. I know it. But…I just can’t let you go. What should I do?

“Maaf kan aku Minri-ah, tapi aku…aku terlanjur mencintaimu. Jeongmal….saranghaeyo!” aku berlutut di depan sebuah batu nisan yang berukirkan nama yeoja yang berada dalam hatiku kini. Aku menelan ludah dan menyentuh foto di nisannya kemudian tersenyum kecil.

“Saranghae Choi Minri..”

….

“Dia punya semacam penyakit kambuhan yang sudah di deritanya sejak kecil. Penurunan fungsi jantung. Ayahnya saja tidak sanggup menyembuhkannya, obat-obatan yang selama ini diminumnya hanya berfungsi untuk memperlambat proses bukan untuk mengobatinya atau bahkan menyembuhkannya. Nampaknya penyakitnya sudah cukup parah, makanya ia memutuskan untuk berhenti sekolah dan pindah ke Amerika. Tapi disana pun kondisinya tidak juga membaik, makanya kami membawanya pulang. Dia bilang dia ingin menemuimu, tapi dia tidak tau kau dimana dan pada akhirnya ia pergi begitu saja. Ini surat terakhir yang di tulisnya.”

‘Aku pergi ke klub malam hari itu. aku tau aku tidak seharusnya begitu. tapi aku benar-benar ingin bertemu dengannya. Aku ingin dia membawaku pergi dari sini. Karena aku tau appa berniat memisahkanku dengannya. Appa berniat membawaku ke Amerika. Dan aku tidak mau berpisah dengannya. Aku tau dia bekerja sebagai pelayan maka dari itu aku mencarinya.

Disana aku bertemu dengan orang-orang yang mengajakku menari, tapi aku menolaknya. Salah satu di antara mereka adalah teman oppa, dan anak pemilik klub malam ini. Aku bertanya padanya apa dia mengenal Kai, atau apakah Kai bekerja disana. Dia bilang dia tidak tau.

Sampai aku menemukannya. Demi Tuhan, aku tidak tau apa yang meracuniku entah mengapa sosoknya yang sedang bekerja keras benar-benar terlihat sempurna bagiku. Dia menatap ke dalam mataku, dan membuatku jadi salah tingkah.

Ia terlihat marah, tapi dia memang pemarah. Aku tidak mengerti kenapa tiba-tiba dia membentakku, aku juga tidak mengerti kenapa air mataku berjatuhan saat itu. yang jelas saat dia berkata bahwa dia membenciku, aku merasa tidak punya harapan lagi untuk hidup. Aku serasa ingin mati saja.

Tapi, bagaimanapun juga aku tetap mencintainya. Aku sangat mencintainya.

Kim Jong In, seandainya harapan itu masih ada –sekecil apapun itu- untuk mengubah kenyataan, aku bersedia menggantungkan seluruh hidupku pada harapan itu. Tapi, kenyataan begitu kejam pada kita.

Maafkan aku. saranghae. MR’

[End of flashback]

Kenapa kenyataan begitu kejam? Padahal kami memulai kisah rumit ini dengan cara yang teramat sederhana. Tapi benang merah yang terjuntai dihadapanku begitu sulit terurai, hingga terkadang aku ingin memotongnya saja.

Rinai hujan turun satu persatu seperti bintang perak yang dijatuhkan dari langit. Gemuruh mulai terdengar bersahutan, bunyinya serasa mengiris hati.

Aku membiarkan diriku basah oleh rinai hujan yang jatuh semakin deras. Setetes, demi setetes air mataku kembali mengalir. Bahuku terguncang. Teringat kembali pada gadis itu, ya bayangannya begitu lekat bahkan jika aku menutup mata sekalipun senyuman dari gadis itu masih melekat jelas di sudut-sudut otakku.

“A-aw jwoseonghaeyo, jwoseonghaeyo!! Aku benar-benar tidak sengaja! neo gwaenchana??” seru seorang yeoja, aku menatapnya sekilas.

“Ah, gwaenchana??” tanyanya dengan nada suara khawatir, dia menatap ke dalam mataku. “Ne.” singkatku. Kemudian ia tersenyum dengan mata yang berbinar-binar. Senyumnya. Demi Tuhan, senyumnya mengingatkanku pada Minri. Siapa dia? Siapa yeoja itu?

“Geurom, aku pergi dulu. Annyeong higaseyo!” dia membungkuk kemudian berlari.

“Yah Jung Hyorin, ppali!! Dasar kau ini!!”

“J-Jung Hyorin? Namanya Jung Hyorin?” bisikku sambil tersenyum pelan kemudian berlalu dari sana. mengejar gadis itu.

End~

ahaha, saia suka bagian akhirnya tuh…^^

gimana? gimana? kritik dan saran yah. thank you :* :*

assalamualaikum

Posted 25 Agustus 2012 by MVP in Uncategorized

Tagged with , , , , , , ,

5 responses to “One Shoot – Please, don’t fall in love with me

Subscribe to comments with RSS.

  1. Kasian kai..
    Minri meninggal..
    Author,buat sequel nya donk. Apa si kai sma hyorin?
    Figthing eonni!!

  2. Reblogged this on kyulaaa.

  3. annyeong aku member baru di sini ^ ^
    ini ff pertama yg aku baca di blog ini, memberi kesan yg… entahlah yg pasti keren.
    nyesek baca nya tapi aku suka banget 😀
    thorr bikin squel ya =)

  4. Hua!!
    Sedih nya… 😥
    itu si jung hyorin mirip sama choi minri ya??
    Nice ff thor,, 🙂

  5. oen aku reader bru nih,; critanya sdih oen, tpi daebak!!!

Tinggalkan komentar